Senin, 28 Februari 2011

Makalah Pendahuluan Fisika Inti

BAB I
PENDAHULUAN
DETEKTOR PARTIKEL



Compact Muon Solenoid (CMS) adalah salah satu contoh detektor partikel. Perhatikan skala besarnya dibandingkan dengan manusia (warna jingga).
Dalam fisika partikel dan fisika nuklir eksperimental, detektor partikel, juga dikenal sebagai detektor radiasi adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi, melacak, dan mengidentifikasi partikel-partikel berenergi tinggi yang dihasilkan dari peluruhan beta, radiasi kosmis, ataupun reaksi dalam pemercepat partikel. Detektor modern juga digunakan sebagai kalorimeter untuk mengukur energi radiasi yang dideteksi. Detektor ini juga dapat digunakan untuk mengukur sifat-sifat fisika partikel seperti momentum, spin, dan muatan partikel.

BAB II
ISI
DETEKTOR PARTIKEL
A. Jenis Detektor Partikel
Foton energetic atau partikel bermuatan mengionisasi materi dalam lintasannya untuk menghasilkan pasangan electron-ion yang dapat dideteksi dengan berbagai instrument, masing – masing dengan keuntungan dan dan kerugiannya. Dalam makalah ini akan di bahas beberapa jenis detector partikel.
Adapun jenis – jenis dari detector partikel adalah:
1. Detektor Isian Gas
1.1. Prinsip Kerja
Sinar radioaktif tidak dapat dilihat dengan mata biasa, sehingga untuk mendeteksinya harus digunakan alat. Alat deteksi sinar radioaktif dinamakan detektor radiasi.
Salah satu jenis detektor radiasi yang pertama kali diperkenalkan dan sampai saat ini masih digunakan adalah detektor ionisasi gas. Detektor ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan gas yang dipakai sebagai detektor. Lintasan radiasi pengion di dalam bahan detektor dapat mengakibatkan terlepasnya elektron-elektron dari atom bahan itu sehingga terbentuk pasangan ion positif dan ion negatif. Karena bahan detektornya berupa gas maka detektor radiasi ini disebut detektor ionisasi gas.

Jumlah pasangan ion yang terbentuk bergantung pada jenis dan energi radiasinya. Radiasi alfa dengan energi 3 MeV misalnya, mempunyai jangkaun (pada tekanan dan suhu standar) sejauh 2,8 cm dapat menghasilakn 4.000 pasangan ion per mm lintasannya. Sedang radiasi beta dengan energi kinetik 3 MeV mempunyai jangkaun dalam udara (pada tekanan dan suhu standar) sejauh 1.000 cm dan menghasilkan pasangan ion sebanyak 4 pasang tiap mm lntasannya.
Detektor ionisasi gas berbentuk silinder yang diisi gas dan mempunyai dua elektroda. Dinding tabung yang dipakai sebagai selubung gas sebagai elektroda negatif (katoda). Kawat di tengah-tengah tabung berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Kedua elektroda berfungsi sebagai keping-keping kapasitor.
Apabila kapasitas dari kapasitor adalah C dan beda potensial antara kedua elektrodanya adalah sebesar sumber tegangannya V, maka muatan listrik Q yang disimpan dalam kapasitor adalah:

Masuknya radiasi ke dalam tabung detektor menyebabkan terbentuknya pasangan ion. Ion positif akan tertarik ke katoda dan ion negatif tertarik ke anoda. Karena menarik ion-ion yang berlawanan, maka akan terjadi pengurangan muatan listrik pada masing-masing elektroda. Penurunan jumlah muatan itu, mengakibatkan penurunan tegangan antara kedua elektroda, yang dirumuskan:

Jika N menyatakan jumlah pasangan ion yang terbentuk dan e adalah muatan elektron (1,6 x 10-19 C) maka jumlah penurunan muatan pada kapasitor:

Dengan mensubstitusi persamaan 8.2 dan 8.3 diperoleh:

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa penurunan tegangan sebanding dengan pasangan ion yang terbentuk. Sedang jumlah pasangan ion itu sendiri bergantung pada jenis dan energi radiasi yang ditangkap detektor. Perubahan tegangan itu akan mengakibatkan terjadinya aliran listrik (denyut out put) yang dapat diubah menjadi angka-angka hasil cacahan radiasi.
Dengan memanfaatkan tingkah laku ion-ion gas dalam medan listrik, telah berhasil dikembangkan tiga jenis alat pantau radiasi yang menggunakan gas sebagai detektornya, yaitu: alat pantau kamar ionisasi, alat pantau proporsional, dan alat pantau Geiger-Muller (GM). Ketiganya mempunyai bentuk dasar dan prinsip kerja yang sama. Perbedaanya terletak pada tegangan operasi masing-masing.
1.2. Detektor Kamar Ionisasi
Detektor kamar ionisasi beroperasi pada tegangan paling rendah. Jumlah elektron yang terkumpul di anoda sama dengan jumlah yang dihasilkan oleh ionisasi primer. Dalam kamar ionisasi ini tidak terjadi pelipat-gandaan (multiplikasi) jumlah ion oleh ionisasi sekunder. Dalam daerah ini dimungkinkan untuk membedakan antara radiasi yang berbeda ionisasi spesifikasinya, misalnya antara partikel alfa, beta dan gamma.
Namun, arus yang timbul sangat kecil, kira-kira 10-12 A sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi.
1.3. Detektor Proporsional
Salah satu kelemahan dalam mengoperasikan detektor pada daerah kamar ionisasi adalah out put yang dihasilkan sangat lemah sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, tetapi masih tetap dapat memanfaatkan kemampuan detektor dalam membedakan berbagai jenis radiasi, maka detektor dapat dioperasikan pada daerah proporsional.
Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada kamar ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang digunakan. Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat besar.

Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh ionisasi primer dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut memiliki energi yang cukup untuk melakukan ionisasi berikutnya (ionisasi sekunder). Meskipun terjadi multiplikasi, namun jumlah elektron yang dihasilkan tetap sebanding (proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Karena itu dinamakan alat pantau proporsional.
Keuntungan dari alat pantau proporsional adalah bahwa alat ini mampu mendeteksi radiasi dengan intensitas cukup rendah. Namun, memerlukan sumber tegangan yang super stabil, karena pengaruh tegangan pada daerah ini sangat besar terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi pulsa out put.
1.4. Detektor Geiger-Muller
Detektor ionisasi yang paling sederhana adalah tabung Geiger-Muller atau Detektor Geiger, yang ditemukan pada tahun 1908 oleh Hans Geiger dan dimodifikasi oleh Wilhelm Muller. Pencacah Geiger terdiri dari kawat yang terisolasi listrik di dalam tabung berisi gas, biasanya campuran argon-alkohol. Tegangan listriknya yang dibutuhkan mencapai 1000 Volt. Ketika partikel bermuatan memasuki pencacah, ionisasi dihasilkan dalam gas dan menghasilkan arus listrik. Pencacah Geiger ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi neutron, dengan mengisi tabung dengan Boron triflouride (BF3). Inti boron memiliki penampang lintang yang tinggi untuk menghasilkan partikel alpha ketika bertumbukan dengan neutron lambat.
Detektor Geiger-Muller (GM) beroperasi pada tegangan di atas detektor proporsional. Dengan mempertinggi tegangan akan mengakibatkan proses ionisasi yang terjadi dalam detektor menjadi jenuh. Pulsa yang dihasilkan tidak lagi bergantung pada ionisasi mula-mula maupun jenis radiasi. Jadi, radiasi jenis apapun akan menghasilkan keluaran sama.
Karena tidak mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap detektor, maka detektor GM hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi. Keuntungan dalam pengoprasian GM ini adalah denyut out put sangat tinggi, sehingga tidak diperlukan penguat (amplifier) atau cukup digunakan penguat yang biasa saja.


2. Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan
proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier
Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi.
Kristal NaI(Tl)
Kristal ZnS(Ag)
Kristal LiI(Eu)
Sintilator Organik

Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.

Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
3. Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

4. Detektor Kamar Kabut
Jika udara didinginkan sehingga uap mencapai keadaan jenuh, maka udara itu masih dapat didinginkan tanpa terjadi pengembunan. Pada keadaan ini, uap dinamakan superjenuh. Keadaan superjenuh ini akan terjadi hanya jika udara bebas dari debu atau partikel-partikel garam yang dapat bertindak sebagai inti pengembunan sehingga membentuk tetes-tetes kabut.
Pada tahun 1911, Wilson menemukan bahwa ion-ion gas dapat juga bertindak sebagai inti pengembunan. Kemudian gejala ini digunakan untuk menunjukkan lintasan-lintasan radiasi ionisasi melalui udara.
Sebuah sumber radioaktif memancarkan partikel-partikel dalam sebuah kamar udara yang jenuh dengan uap air dan alkohol. Ketika partikel-partikel ini melalui udara, mereka bertumbukan dengan molekul-molekul udara. Tumbukan ini mengakibatkan terjadinya ionisasi, sehingga meninggalkan jejak ion positif dan negatif. Jika tekanan dalam kamar dikurangi dengan cara memompa sebagian udara keluar, maka udara menjadi lebih dingin. Keadaan ini memungkinkan partikel-partikel uap superjenuh mengembun pada ion-ion tersebut, sehingga jejak tetes-tetes uap sepanjang lintasan ion-ion dapat terlihat.
Bentuk jejak kabut yang dihasilkan dalam kamar kabut bergantung pada partikel-partikel radioaktif yang digunakan.


5. Detektor Kamar Gelembung (Bubble Chamber)
Kamar gelombang ditemukan pada tahun 1952 oleh D Glaser. Prinsip kerjanya sama dengan kamar kabut. Cairan bertekanan tinggi seperti hidrogen di buat dalam keadaan superheated dengan menurunkan tekanan secara tiba-tiba. Gelembung akan terbentuk disekitar ion yang akibat ionisasi oleh partikel bermuatan. Kamar gelembung ini telah berhasil menemukan klasifikasi hadron dan interaksi neutrino dengan pertukaran Zo.



6. Detector Kamar Latu (Spark chamber)
Kamar latu terdiri dari sejumlah keping logam sejajar dalam kamar yang berisi gas mulia seperti neon. Tegangan tinggi dipasang antara masing-masing pasangan keping. Jika partikel bermuatan melalui kamar ini, pelatuan terjadi sepanjang lintasan ion yang ditimbulkan oleh partikel itu karena bertambahnya konduktivitas gas. Hasil deretan ini dapat dipotret dan jika kamar itu diletakkan dalam medan magnet, muatan dan momentum partikel dapat ditentukan dari lengkungan lintasannya.
7. Emulsi (Emulsion)
Pada awal tahun 1910, ditemukan emulsi fotografi yang berisi butir-butir halide perak yang sangat sensitif terhadap radiasi ionisasi. Di dalam piringan photografik ini akan terlihat lintasan butir perak sepanjang lintasan partikel bermuatan yang dapat diamati mikroskop. Emulsi ini digunakan untuk mendeteksi partikel dalam fixed target experiment. Emulsi ini telah digunakan untuk menemukan pion bermuatan dan interaksi lemahnya.
Pada fixed target experiment, partikel yang dihasilkan umumnya bergerak lurus kedepan, sehingga bentuk detektor ini adalah kerucut.Salah satu contoh detektor dalam Fixed target experiment adalah Multi-Particle Spectrometer (MPS) di Fermilab. Spektrometer ini digunakan untuk mempelajari struktur Hadron. Berkaspartikel yang datang (partikel yang telah dipercepat) dapat berupa partikel bermuatan positif (p, K+, p+) atau bermuatan negatif (p, K-, p-) dengan energi sebesar 200 GeV dan targetnya adalah hidrogen cair.
B. Keunggulan - Kelemahan Detektor
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.

Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.

C. KOMPONEN – KOMPONEN DETEKTOR MODERN
Komponen-komponen detektor yang ideal adalah harus terdiri dari komponen-komponen (1) Pelacak (tracking) partikel bermuatan dalam suatu medan magnetik untuk menentukan partikel (2) kalorimeter elektromagnetik untuk mengukur foton dan energy elektron (3) Kalorimeter hadronik untuk mengukur energi hadron dan (4) Kamar Muon (Muon Chamber). Komponen-komponen detektor modern diperlihatkan pada gambar 7.12.

Salah satu contohnya adalah colliding beam detektor yang dilihat dari sisi penampang lintangnya. Pada gambar berikut diperlihatkan bentuk lintasan partikel dan komponen-komponen dari detektornya.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
 Terdapat berbagai macam detector yang di temukan, dan memiliki bentuk, keunggulan, kelemahan dan sebagainya yang berbeda.
 Adapun detector modern memiliki komponen – komponen yang ideal, yaitu: Pelacak (tracking) partikel, kalorimeter elektromagnetik, kalorimeter hadronik, dan kamar muon (Muon Chamber).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Detektor_partikel














LAMPIRAN 1
SOAL LATIHAN
1. Sebutkan salah satu Keunggulan - Kelemahan Detektor dan jelaskan !
2. Berapakah tinggi pulsa yang di timbulkan oleh 2 MeV partikel dalam kamar ionisasi yang berkapasitas 10 nF ?

LAMPIRAN 2
S A P
(Satuan Akademik Pembelajaran)

Tujuan pembelajaran : - Mengetahui jenis – jenis detektor.
- Mengetahui kelemahan-keunggulan detektor.
- Mengetahui komponen – komponen detector modern

Media : - Laptop
- LCD
- Makalah

Langkah kegiatan : Kegiatan awal
- Membuka
Moderator membuka dengan salam
Memperkenalkan diri dan pemakalah
Kegiatan inti
- Penyampaian materi
Kegiatan penutup
- Kesimpulan
- Latihan soal

Evaluasi : Latihan soal
1. Sebutkan salah satu Keunggulan - Kelemahan Detektor dan jelaskan !
2. Berapakah tinggi pulsa yang di timbulkan oleh 2 MeV partikel dalam kamar ionisasi yang berkapasitas 10 nF ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar